Selasa, 04 Juni 2013

AC Hemat Energy



Kemarin AC kamar tidur saya mendadak rusak. Memang masih bisa diperbaiki, hanya saja biaya untuk memperbaiki terlalu mahal sehingga saya memutuskan untuk sekalian membeli AC baru. Yang menjadi incaran utama tentu saja AC hemat energi yang ramai diiklankan dimana-mana.
Sayangnya ada salah kaprah yang meluas di iklan-iklan ini. Semuanya menggunakan Watt sebagai parameter hematnya penggunaan listrik.
AC dengan ‘Watt rendah’ belum tentu lebih hemat listrik dibandingkan AC dengan Watt yang lebih tinggi. Bisa saja konsumsi daya (Watt) lebih rendah, namun kapasitas pendinginannya juga lebih rendah. Untuk ruangan yang sama, AC yang seperti ini akan mengkonsumsi lebih banyak listrik untuk mendinginkan ruangan daripada AC dengan Watt yang lebih tinggi, tapi kapasitas pendinginannya lebih tinggi lagi. Hasil akhirnya, bukan lebih hemat yang didapat, tetapi malah lebih boros.
Cara yang benar untuk menghitung efisiensi adalah dengan membandingkan rasio masukan dan keluaran. Untuk AC, nilai efisiensi biasanya dinyatakan dalam angka EER (energy efficiency ratio) dengan satuan Btu/Wh. Angka EER merupakan perbandingan antara kapasitas pendinginan dalam satuan Btu/jam (Btu/h) dan konsumsi daya dalam satuan Watt (W). Semakin tinggi nilainya, artinya semakin hemat energi. Pada saat tulisan ini dibuat, AC hemat energi biasanya memiliki angka EER di atas 12.
Beberapa produsen AC tidak mencantumkan angka EER, melainkan COP (coefficient of performance). COP memiliki satuan W/W. Nilai COP dapat dengan mudah dikonversi ke EER dengan mengalikannya dengan 3,41 (EER = COP * 3,41). Kadang ada brosur produk AC yang mencantumkan nilai EER tapi dalam satuan W/W. Ini tidak tepat, untuk mendapatkan nilai EER yang sesungguhnya, kalikan dengan 3,41.
Berita baiknya adalah mayoritas produsen AC mencantumkan nilai EER atau COP pada brosur produknya. Selain itu, semua AC hemat listrik yang diiklankan memang memiliki EER yang tinggi, bukan hanya penggunaan dayanya rendah.
Berita buruknya adalah nilai EER atau COP bisa jadi tidak terstandarisasi. Perbedaan konfigurasi ruangan, temperatur dalam dan luar ruangan, cara pengambilan data, dan faktor-faktor eksternal lainnya di luar AC-nya itu sendiri bisa saja mempengaruhi nilai EER, terutama bagi AC inverter yang konsumsi dayanya dinamis. Setahu saya tidak ada standar yang mengatur pengukuran EER ini di Indonesia. Walaupun demikian, nilai EER atau COP yang tertera dalam brosur produk AC kemungkinan masih cukup berguna untuk memberi gambaran mengenai performa konsumsi energi bagi produk AC untuk produsen yang sama.
One
 ton refrigeration ton(TR)was defined as the heat absorved by the one
ton of ice (2000 pounds) causing it to melt completely by the end of one
 day ( 24 hours).

The COP is the ratio of the heat removed from the cold reservoir to input work.
The EER is the efficiency rating for the equipment at a particular pair of external and internal temperatures.
If a chiller's efficiency is rated at 1 KW/TR, the COP=3.5 and the EER=12

KW/TR = 12 / EER
KW/TR = 12 /(COP x 3.412)
EER = 12 / (kW/ton)
EER = COP x 3.412
COP = EER / 3.412
COP = 12 / (kW/ton x 3.412)



The Integrated Part Load Value (IPLV) is a performance characteristic developed by the Air-Conditioning, Heating and Refrigeration Institute (AHRI).  It is most commonly used to describe the performance of a chiller capable of capacity modulation.  Unlike an EER (Energy Efficiency Ratio) or COP (coefficient of performance), which describes the efficiency at full load conditions, the IPLV is derived from the equipment efficiency while operating at various capacities.  Since a chiller does not always run at 100% capacity, the EER or COP is not an ideal representation of the typical equipment performance.  The IPLV is a very important value to consider since it can affect energy usage and operating costs throughout the lifetime of the equipment.  Energy codes such as ASHRAE Standard 90.1 specifies minimum values for the equipment.
The IPLV is calculated using the efficiency of the equipment while operating at capacities of 100%, 75%, 50%, and 25%.  For the purpose of chiller equipment, the operational conditions are shown in Table 3 of AHRI Standard 550/590-2003.  A water cooled chiller, for example, is required to run at a 44ºF evaporator LWT with a flow rate of 2.4 gpm/ton.  The condenser EWT will vary depending on the part load capacity utilizing a 3.0 gpm/ton flow rate.  If a chiller is designed to operate at different conditions than specified in Table 3, including lower water temperature or different flow rate, the efficiency is called a NPLV (non-standard part load value).  Both of these ratings can be calculated using the following equation:
IPLV (or NPLV) = 0.01A+0.42B+0.45C+0.12D
Where:
A = COP or EER @ 100% Load
B = COP or EER @ 75% Load
C = COP or EER @ 50% Load
D = COP or EER @ 25% Load
The derivation of this equation is extensive and includes various assumptions which create a lengthy discussion.  For more information refer to Appendix D, AHRI 550/590-2003.

Load Nilai Part Terpadu (IPLV) merupakan karakteristik kinerja yang dikembangkan oleh AC Pemanasan, Pendinginan dan Institute (AHRI). Hal ini paling sering digunakan untuk menggambarkan kinerja dari chiller mampu modulasi kapasitas. Tidak seperti EER (Energy Efficiency Ratio) atau COP (koefisien kinerja), yang menggambarkan efisiensi pada kondisi beban penuh, IPLV berasal dari efisiensi peralatan ketika beroperasi di berbagai kapasitas. Karena chiller tidak selalu berjalan pada kapasitas 100%, yang EER atau COP bukan merupakan representasi ideal kinerja peralatan yang khas. The IPLV adalah nilai yang sangat penting untuk dipertimbangkan karena dapat mempengaruhi penggunaan energi dan biaya operasi sepanjang masa peralatan. Energi kode seperti ASHRAE Standard 90,1 menentukan nilai minimum untuk peralatan.

The IPLV dihitung dengan menggunakan efisiensi peralatan ketika beroperasi pada kapasitas 100%, 75%, 50%, dan 25%. Untuk tujuan peralatan chiller, kondisi operasional ditunjukkan pada Tabel 3 dari AHRI Standard 550/590-2003. Sebuah chiller air didinginkan, misalnya, diperlukan untuk dijalankan pada LWT F 44 º evaporator dengan laju alir dari 2,4 ton gpm /. EWT kondensor akan bervariasi tergantung pada kapasitas beban sebagian memanfaatkan 3,0 gpm / ton laju aliran. Jika chiller dirancang untuk beroperasi pada kondisi yang berbeda dari yang ditentukan dalam Tabel 3, termasuk suhu air lebih rendah atau laju alir yang berbeda, efisiensi disebut NPLV (non-standar bagian nilai beban). Kedua peringkat dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:

IPLV (atau NPLV) = 0.01A +0.42 +0.45 B C D +0.12

dimana:

A = COP atau EER @ beban 100%

B = COP atau EER @ Beban 75%

C = COP atau EER @ Beban 50%

D = COP atau EER @ Beban 25%

Penurunan persamaan ini sangat luas dan mencakup berbagai asumsi yang membuat diskusi panjang. Untuk informasi lebih lanjut lihat Lampiran D, AHRI 550/590-2003.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar